Sebuah kata yang sering membuat mahasiswa semester akhir gemetar,
grogi, takut, bahkan trauma, padahal kegiatan ini pada saat ini telah
disederhanakan dan lebih mudah disbanding masa lalu. Trauma-trauma
berawal dari stigma tanpa data lebih menjadi kendala yang tercipta
secara tak sengaja, bahkan hanya dibangun dari cerita dan derita kakak
kelas dan perasaan khawatir ketidak beranian yang sering juga terjadu
karena prejude tak berdasar!
Skripsi adalah puncak mahasiswa berkarya
menunjukkan kualitas yang selama ini ia pelajari selama 3-4 tahun, atau lebih!!
Sayangnya sering mereka justru mendustai diri sendiri atau bercerita
tentang kesulitan bukan dinamikanya, sehingga membuat sang adik kelas
mendapatkan pengalaman atau paling tidak cerita buruk disbanding suka
cita ketika menemukan berbagai kegembiraan seorang ilmuwan yang ia
lakoni untuk beberapa waktu meskipun masih stereotip bentukan .
Skripsi sering dimaknai secara sederhana sebuah
skrip atau naskah yang dimainkan selama babak sandiwara dimainkan dari
awal hingga purna. Proposal sebagai pembuka dan ujian pendadaran atau
ujian skripsi yang sering dikatakan sang ketua sebagai bimbingan akhir,
tak termaknai secara memadai hingga kebiasaan berpikir negative berbuah
cerita turun temurun hingga mambangun sebuah trauma yang sebenarnya
tidak ada!
Skripsi adalah sebuah karya mahasiswa, meskipun
sering para pembimbing mengintervensi hingga ke ide, hingga seluruh ide
mahasiswa terkikis yang ada adalah ide pembimbing, akibatnya mahasiswa
menjadi robot yang menjalankan ide sang pembimbing. Tetapi ini telah
terkikis dan yang tersisa hanyalah para pembimbing konvensional yang
ingin melestarikan wibawa, tetapi biasanya malah tidak berwibawa karena
yang ia berikan yang hanya ia bisa dan tak mau belajar menyertai
mahasiswa.
Skripsi itu pencarian atau paling tidak pembuktian
atau malah sedang ingin merubah situasi yang telah ada dari gagasan
mahasiswa yang masih langka. Pembimbing adalah mereka yang dipandang
lebih dewasa dalam perilaku dan tata karma pengkajian yang sering
menjadi metodologi itulah nama yang dibakukan, namun sering ada yang
hanya numpang nama dengan berdalih memudahkan tetapi justru membuat
mahasiswa setelah selesai pun tak memiliki makna!
Bagaimana mengikuti pemikiran mahasiswa dengan
sedikit pengarahan agar mahasiswa mengerti jalannya, bukan membuat jalan
baru baginya. Biarlah mahasiswa menjadi dewasa bertanggungjawab atas
yang mereka bisa dan dipertanggungjawabkan dalam meja yang sepertinya
menghadapkan sang hakim, jaksa, dan terdakwa! Semoga ini segera sirna
menjadi sebuah kelompok berdampingan membuat pemecahan dunia bukan
peniru semata atau sekedar tipu-tipu untuk cepat wisuda!
Kadang mereka memang belum berani membuat berbeda,
karena memang mereka tidak dibiasakan berbeda! Dia piker yang sama
itulah yang utama, mereka beranggapan yang berbeda itu berdosa karena
tidak bisa menyamakan dengan pesan sponsor sang pembimbing
yang malah banyak yang belum terbiasa membuat karya yang berbeda, bahkan
menulis pun belum terbiasa dan menyandarkan kuasa yang ia punya karena
diberi dengan alakadarnya karena ia anggota suatu dewan yang disebut
dosen semata!
Mahasiswa pun banyak yang merasa sok bisa hingga
melambungkan keyakinannya, bahwa ia lebih pintar pembimbing yang
memiliki sedikit kuasa, akhirnya berbentur norma dan jadilah korban
bergelimpangan antara yang merasa bisa dan sang dosen yang tak mau
terlanggar kuasanya!
Seharusnya mereka duduk bersama, berdiskusi dan
memecahkan masalah bersama, tetapi tak jarang mahasiswa tidak berbicara
ketika berjumpa, justru berkicau dibalik kaca jendela untuk sekedar
mencerca karena sang dosen tidak menuruti yang mahasiswa minta!
Sebaliknya, sang dosen juga sering memaksakan karsanya tanpa mau
memandang bahwa mahasiswa telah mampu berjalan dengan titik
kemampuannya, bukan karena tuntunannya!
Membaca itu menjadi kunci, tetapi tidak semata,
karena menuangkan hasil bacaan menjadi idea tau karya simpulan argument
semata pun tidak ia bisa! Ia hanya mengambil tanpa telaah dan ia cukup
bangga hanya mengutip semata, tanpa analisis dan tanpa membandingkan,
tanpa menelusuri juga tanpa mencari makna yang ada di dalamnya!
Berargumentasi dalam untaian kata-kata menjadi
kalimat bermakna, bukan hal sulit. Latihan sepanjang waktu memang harus
dilakukan, bukan menuai padi tanpa menanamnya atau hanya ingin skripsi
beli tanpa ujian semata, yang penting wisuda menghadirkan ayah bunda, meski hatinya tersenyum kecut karena sarjananya tiada makna!
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian….
……in malas mahasiswa lakukan, ini tidak praktis katanya….
Akibatnya………………bersakit-sakit dahulu dan akhirnya mati
kemudian…….barulah mereka menyesal karena kebanggaan yang mereka
pamerkan dengan memakai toga kebesaran hanyalah symbol kebohongan
belaka……
Jangan terjadikan ini kawan! Karena kalian
sebenarnya bisa …meskipun pembimbingmu kadang tak bisa, tetapi sampaikan
sambil belajar berkomunikasi bagaimana menyampaikan ide dan sesuai cara
pembimbing Anda, maka berbagai keterampilan anda akan punya………..dan
anda menjadi dewasa dalam arti yang sebenarnya!
0 komentar:
Posting Komentar